Jumat, 19 Februari 2010

Pencemaran



Pencemaran Lingkungan


Keadaan lingkungan, baik atau buruknya merupakan tanggungjawab kita bersama, baik yang tua maupun yang muda, yang kaya maupun yang miskin. Keadaan ini meliputi keselamatan, kualitas, kesehatan, manfaat bagi kehidupan, sehingga kebersihan lingkungan ini merupakan kebutuhan kita sebagai manusia sehingga

Pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya, menjadi kendala pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi dengan bijak.




Sumber Pencemar

Pencemar datang dari berbagai sumber dan memasuki udara, air dan tanah dengan berbagai cara. Pencemar udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industi, dan pembakaran sampah. Pencemar udara dapat pula berasal dari aktivitas gunung berapi.

Pencemaran sungai dan air tanah terutama dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Limbah cair domestik terutama berupa BOD, COD, dan zat organik. Limbah cair industri menghasilkan BOD, COD, zat organik, dan berbagai pencemar beracun. Limbah cair dari kegiatan pertanian terutama berupa nitrat dan fosfat.



Proses Pencemaran

Proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran.

Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemar akan berada di alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan, tumbuhan dan ekosistem.


Langkah Penyelesaian


Penyelesaian masalah pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian. Langkah pencegahan pada prinsipnya mengurangi pencemar dari sumbernya untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih berat. Di lingkungan yang terdekat, misalnya dengan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan, menggunakan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).

Di bidang industri misalnya dengan mengurangi jumlah air yang dipakai, mengurangi jumlah limbah, dan mengurangi keberadaan zat kimia PBT (Persistent, Bioaccumulative, and Toxic), dan berangsur-angsur menggantinya dengan Green Chemistry. Green chemistry merupakan segala produk dan proses kimia yang mengurangi atau menghilangkan zat berbahaya.

Tindakan pencegahan dapat pula dilakukan dengan mengganti alat-alat rumah tangga, atau bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. Pencegahan dapat pula dilakukan dengan kegiatan konservasi, penggunaan energi alternatif, penggunaan alat transportasi alternatif, dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan, monitoring lingkungan dan penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan. Untuk permasalahan global seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, dan pemanasan global diperlukan kerjasama semua pihak antara satu negara dengan negara lain.

-dari berbagai sumber ^-^

IRIGASI


Diambil dari berbagai sumber
Disusun oleh Aulia Nur M

















Definisi Irigasi

Irigasi didefinisikan sebagai penggunaan air permukaan pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, definisi irigasi lebih umum adalah penggunaan air pada tanah untuk kegunaan berikut ini (Hansen, 1986):

1. Menyediakan jaminan panen pada musim kemarau yang pendek.
2. Mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman.
3. Manambah air permukaan dalam tanah untuk menyediakan cairan yang dperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
4. Memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena penguapan.
5. Mencuci atau mengurangi garam dalam tanah.
6. Mengurangi bahaya erosi
7. Mengurangi bahan pembekuan.
8. Melunakkan tanah saat pembajakan dari gumpalan tanah.

Irigasi merupakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk mendapatkan air untuk sawah, lading, perkebunan, perikanan atau tambak dan sebagainya yang intinya untuk keperluan usaha tani. Usaha-usaha tersebut menyangkut pembuatan bangunan-bangunan dan saluran-saluran, membagi-bagikan air ke areal pertanian secara teratur dengan waktu yang tepat, baik air yang diperlukan maupun harus dibuang untuk kelangsungan hidup tanaman (Wirosoedarmo, 1985).

Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah segala fasilitas yang berupa bangunan dan saluran yang diperlukan dalam pelaksanaan irigasi. Bangunan dan saluran yang dipergunakan seoptimal mungkin difungsikan untuk memperlancar pengolahan lahan pertanian (Hansen, 1986).

Macam-macam jaringan irigasi diantaranya adalah (Anonim, 1986):

a. Jaringan Teknis
Jaringan irigasi dimana air yang dimasukkan ke saluran terukur, diatur dan terencana karena sudah ada bangunan ukurnya.

b. Jaringan Semi Teknis
Jaringan yang mempunyai beberapa bangunan permanen tetapi tidak tetap seperti jaringan teknis dan hanya ada satu alat ukur debit, umumnya terletak di pintu pengambilan utama.

c. Jaringan Non-Teknis
Jaringan tanpa alat ukur atau bangunan ukur dan tanpa pintu air, saluran pembawa air dan saluran drainase terpisah. Penggunaannya langsung dipengaruhi oleh petani.

Bangunan Irigasi

Bangunan irigasi merupakan bangunan yang dibuat untuk mengalihkan air dari sumber alami dan membawanya ke ladang untuk keperluan irigasi. Bangunan tersebut meliputi pintu-pintu utama, penguras, talang, saluran curam, pelimpah, bagi sadap dan terjunan (Hansen, 1986).

Sosrodarsono dan tominaga (1994) menjelaskan beberapa bangunan persungaian utama, yaitu :
1. Bendung
2. Pintu air
3. Stasiun Pompa
4. Bangunan Penerus dan laluan ikan
5. Gorong-gorong Sipon dan terusan darat

Bangunan Pengukur Debit
a. Bangunan ukur Debit Cipolleti
Alat Ukur Debit Cippolleti adalah suatu alat ukur debit berdasarkan peluapan sempurna dengan ambang tipis. Alat ukur debit ini digunakan untuk mengukur debit saluran yang tidak begitu besar, dan biasa dipakai pada saluran terti-air (saluran yang langsung ke sawah).Alat ini sesuai dipakai di pegunungan dimana tanah mempunyai kemiringan yang cukup besar (Yuwono, 1988).

b. Bangunan Ukur Debit Romyn

Alat Ukur Debit Romyn adalah alat pengukur debit yang berdasarkan peluapan sempurna ambang lebar ( Yuwon, 1988).

c. Bangunan Ukur Debit Thomson
Alat Ukur Debit Thomson adalah alat pengukur debit yang berdasarkan peluapan sempurna, ambang tipis, bentuk segitiga siku-siku. Alat ukur ini dipergunakan pada Laboratorium atau perkebunan tebu (Yuwono, 1988).

d. Bangunan Ukur Debit Rehboch
Alat Ukur Debit Rehboch adalah suatu alat pengukur debit yang berdasarkan peluapan sempurna, arus lepas, tanpa kontraksi tepi. Dinding saluran (vertical) dibuat licin dan diusahakan lebar saluran sama dengan panjang ambang (Yuwono, 1988).

e. Bangunan Ukur Debit Price

Alat ini terdiri 6 mangkuk kerucut yang berputar mengelilingi suatu sumbu vertical. Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan air lewat saluran sehingga bisa mengetahui debit air ( Ray dan Joseph, 1996).

f. Bangunan Ukur Debit Propeller

Alat ukur ini menggunakan propeller yang berputar mengelilingi sumbu
horizontal. Mekanisme yang menggerakkan propeller serupa dengan tipe price dan juga menggunakan suspense yang sama. Fungsi alat ini sama dengan tipe price ( Ray dan Joseph, 1996).

g. Bangunan Ukur Parshall Flume dan Saniiri Flume
Parshall flume merupakan flume untuk pengukuran debit yang penampang pemasukannya menyempit dengan lantai rata. Bagian leher saluran dengan lantai menurun pada kemiringan 3 : 8 dan pengeluarannnya yang melebar dengan lantai naik pada gradient 1 : 6
Saniiri Flume merupakan flume untuk pengukuran debit yang berpenampang pada pemasukan menyempit dengan lantai rata dan turun pada bagian hilir serta dinding tegak lurus yang menyatu dengan saluran di bagian hilir ( Anonim 4, 2008).

Saluran Irigasi

Saluran irigasi bisa berupa saluran pembawa yang berfungsi untuk membawa air dari bangunan pengambilan ke petak-petak sawah melalui suatu jaringan irigasi tertentu, atau berupa saluran pembuangan yang berfungsi untuk membuang kelebihan air yang tidak dibutuhkan lagi oleh tanaman (Anonim, 1986).

Saluran irigasi sebagai saluran pembawa menurut fungsinya dapat dibedakan atas (Anonim, 1986):
1. Saluran induk/primer yaitu saluran pembawa yang mendapatkan air dari sungai, waduk atau mata air untuk dibagikan melayani daerah irigasi yang merupakan sekumpulan petak sekunder.
2. Saluran sekunder yaitu saluran pembawa yang mendapatkan air dari saluran primer untuk melayani daerah irigasi yang merupakan sekumpulan petak tersier melalui saluran tersier.
3. Saluran tersier adalah saluran yang mendapatkan air dari saluran sekunder untuk mengairi satu petak tersier.
4. Saluran kuarter adalah saluran yang mendapatkan air dari saluran tersier untuk mengairi satu petak kuarter.

Petak Irigasi
Menurut Wirosoedarmo (1985), petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh giliran air irigasi. Merupakan daerah-daerah irigasi yang telah ditentukan. Adapun pembagian petak irigasi sebagai berikut :
a. Petak primer
Petak dasar di suatu jaringan yang mendapat air dari saluran primer.
b. Petak sekunder
Petak dasar di suatu jaringan irigasi yang mendapat air dari saluran sekunder.
c. Petak tersier
Petak dasar di suatu jaringan irigasi yang mendapat air dari saluran tersier.
d. Petak kwarter
Petak dasar di suatu jaringan yang mendapat air dari saluran kwarter.

Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh giliran air irigasi. Merupakan daerah-daerah irigasi yang telah ditentukan (Anonim, 1986).

Adapun pembagian petak irigasi sebagai berikut:

a. Petak primer
Petak primer merupakan petak yang terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari saluran primer.

b. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang.

c. Petak tersier
Petak tersier adalah petak yang menerima air irigasi yang diallirkan dan diukur pada bangunan sadap (offtake) tersier. Petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggungjawab para petani yang bersangkutan, dibawah bimbingan pemerintah. Petak ini harus memiliki batas-batas yang jelas seperti parit, jalan dan batas desa, serta dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 - 15 ha.

Pembagian Air
Pemanfaatan air irigasi yang efisiensi sangat diperlukan untuk menghemat air irigasi dan menjaga kelestarian jaringan irigasi. Dalam memberikan air irigasi harus memperhitungkan ketersediaan air dan kebutuhan tanaman akan air. Pada pemberian air dikenal beberapa sistem pemberian air antara lain (Djiwito, 1984):

1. Sistem pemberian air terus-menerus
Sistem ini dilakukan secara berkelanjutan sehingga tanaman sangat tergantung pada ketersediaan air, hanya sekali-kali dikeringkan.

2. Sistem pemberian terputus-putus
Cara pemberiannya adalah air dialirkan pada petak sawah sampai tergenang kemudian pemberian air dihentikan sampai beberapa hari sehingga genangannya habis lalu digenangi dan dibiarkan, demikian seterusnya.

3. Sistem pemberian air rotasi/giliran
Sistem pemberian air secara rotasi atau giliran adalah sistem pemberian air secara bergantian menurut bagian sawah atau blok tertentu dalam jadwal waktu yang telah diten- tukan sesuai dengan gilirannya.
Keadaan air pada musim hujan cukup tersedia bahkan bias dikatakan berlebihan maka pemberian airnya dikatakan dengan cara terus-menerus. Hal ini dapat berlangsung selama debit yang tersedia untuk mengairi petak sawah lebih dari 70% (setinggi air normal) (Djuwito, 1984).
Kekurangan air biasanya dirasakan pada musim kemarau sehingga perlu mengatur cara pemberian air. Sistem pemberian air yang sesuai yaitu cara rotasi atau giliran, baik giliranblok maupun giliran kelompok tersier. Cara giliran ini dilakukan apabila air di saluran tidak tercukupi kebutuhan (kurang dari 70%). Hal ini dimaksudkan agar pemberian air ke masing-masing petak sawah dapat terbagi secara adil dan merata (Djuwito, 1984).

Alokasi Air
Meningkatnya perkembangan seluruh aspek kehidupan sebagai dampak lajunya pertumbuhan dan pembangunan di daerah, maka menungkat pula kebutuhan dan tuntutan pelayanan air yang memerlukan menajemen pengalokasian air. Alokasi air merupakan penjatahan air untuk berbagai keperluan pada Daerah Pengaliran Sungai (DPS) dan atau sungai dalam memenuhi kebutuhan air bagi para pengguna air dari waktu ke waktu dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas air, berdasrkan asas pemanfaatan umum dan pelestarian sumber air (Anonim, 1998).
Dengan semakin meningkatnya perkembangan seluruh aspek kehidupan, sebagai dampak lajunya pertumbuhan penduduk dan pembangunan daerah, maka meningkat pula kebutuhan dan tuntutan pelayanan air yang memerlukan menajemen pengalokasian air (Anonim, 1998).
Tujuan manajemen pengalokasian air adalah melaksanakan alokasi air sesuai Undang-Undang No. 11 Tahun 1994 tentang Pengairan dan Peraturan Pemeritah No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata Penggunaan Air (Anonim, 1998).
Manajemen pengalokasian air mempunyai pokok bahasan yang menyangkut aspek perencanaan, pelaksanaan, pengamanan dan pengendalian alokasi air yang antara lain meliputi (Anonim, 1998):
1. Pengumpulan, penyusunan dan pengolahan data
2. Penentuan ketersediaan dan kebutuhan air
3. Penetapan zona dan daerah pelayanan
4. Penetapan prioritas rencana alokasi air
5. Pelaksanaan alokasi air
6. Pemantauan penggunaan air
7. Pengamanan dan pengendalian penggunaan air.

Berbagai macam peruntukan, penggunaan air adalah sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Menteri PU No. 49/PRT/1990 Tentang Penggunaan Air Pasal 4, yaitu (Anonim, 1998):
a. Penyediaan air bersih/air minum
b. Usaha perkotaan dan kawasan pemukiman
c. Penyediaan air irigasi untuk pertanian
d. Pertenakan
e. Perkebunan
f. Perikanan
g. Industri
h. Pertambangan
i. Ketenagaan
j. Penampungan
k. Lalu lintas air
l. Rekreasi
m. Pembuangan air limbah
n. Pembangunan, perubahan atau pembongkaran segala bangunan yang dilakukan pada, diatas dan dibawah sumber air.

Kegiatan perencanaan alokasi air ini dilakukan berdasarkan urutan kegiatan yang menggambarkan proses pengintegrasian permasalahan-permasalahan yang meliputi antara lain (Anonim, 1998):
1. Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD)
2. Permintaan-permintaan alokasi air yang cenderung meningkat
3. Ketersediaan air pada musim kemarau yang berkurang dan dapat menurunkan kualitas
4. Ketersediaan air pada keadaan normal yang terbatas.
5. Ketersediaan air pada musim hujan yang mengakibatkan banjir dengan segala dampaknya.

Dalam perencanaan dan pelaksanaan alokasi air untuk berbagai macam penggunaan air terutama di musim kemarau, perlu ditentukan kebijakan dalam penentuan urutan prioritas pemberian air. Sedangkan uratan prioritas penggunaan air berdasarkan UU RI No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan pasal 8 ayat (2) Tambahan Lembaran Negara RI No. 3046, adalah (Anonim, 1998) :

A :
a. Air minum
b. Rumah tangga
c. Pertahanan dan Keamanan Nasional
d. Peribadatan
e. Usaha perkotaan, misalnya : pencegahan kebakaran, penggelontoran menyiram tanaman dan lain sebagainya.

B :
a. Pertanian, pertanian rakyat dan usaha pertanian lainnya
b. Peternakan
c. Perkebunan
d. Perikanan

C :
a. Ketenagaan
b. industri
c. Pertambangan
d. Rekreasi

Urutan prioritas diatas tidak harus dilaksanakan sebagaimana urutan tersebut kerena mempertimbangkan situasi dan kondisi setempat. Ayat (3) Pasal 8 UU RI No. 11 Tahun 1974 yang menyebutkan Rencana-rencana. Dan Rencana-rencana teknis yang dimaksudkan dalam ayat (2) Pasal ini, disusun guna memperoleh tata air yang baik berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional dan dilaksanakan untuk kepentingan yang bersifat nasional, regional atau lokal (Anonim, 1998).


Kebutuhan Air Tanaman
Banyaknya air yang diperlukan untuk berbagai tanaman, masing-masing daerah dan musim adalah berlainan, oleh karena itu di tiap daerah diadakan peraturan-peraturan pengairan sendiri. Dalam peraturan itu antara lain ditentukan tanaman-tanaman yang berhak menerima air irigasi dan peraturan waktu tanam serta peraturan pemberian air irigasi (Suhardjono, 1994).
Menurut (Suhardjono, 1994), kebutuhan air untuk tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti sejumlah air yang hilang akibat penguapan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebagai berikut:
a. Faktor iklim
 Suhu udara
 Kelembaban udara
 Kecepatan angin
 Kecerahan matahari
b. Faktor tanaman
 Jenis tanaman
 Varietas tanaman
 Umur tanaman

Kebutuhan air untuk tanaman tergantung dari besarnya evapotranspirasi dikalikan dengan faktor koefisien tanaman dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Suhardjono, 1994):

Kebutuhan air tanaman juga merupakan banyaknya air yang diperlukan untuk berbagai tanaman, masing-masing daerah dan musim adalah berlainan, oleh karena itu di tiap daerah diadakan peraturan-peraturan pengairan sendiri. Dalam peraturan itu antara lain ditentukan tanaman-tanaman yang berhak menerima air irigasi dan peraturan waktu tanam serta peraturn pemberian air irigasi (Suhardjono, 1994).
Menurut (Suhardjono, 1994), kebutuhan air untuk tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti sejumlah air yang hilang akibat penguapan.
Menurut (Suhardjono, 1994),

faktor-faktor yang mempengruhi besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebagai berikut:

a. Faktor iklim
• suhu udara
• kelembaban udara
• kecepatan angin
• kecerahan matahari

b. Faktor tanaman
• jenis tanaman
• varietas tanaman
• umur tanaman

Kebutuhan air untuk tanaman tergantung dari besarnya evapotranspirasi dikalikan dengan faktor koefisien tanaman, dan dapat di hitung dengan menggunakan rumus (Suhardjono, 1994):

Et = k . Eto

Dimana : Et = kebutuhan air untuk tanaman, bisa dinyatakan dalam Cu
(mm/hari).

k = koefisien tanaman, yang besarnya tergantung pada jenis
macam, umur tanaman.

Eto = evapotranpirasi potensial (mm/hari)

Selama pertumbuhan, tanaman selalu memerlukan air, tetapi banyaknya air yang diperlukan dan waktu pemberiannya akan bervariasi selama periode pertumbuhannya tersebut. Demikian juga macam tanaman yang akan dialiri merupakan faktor yang menentukan terhadap keseluruhan kebutuhan air.
Analisa besarnya kebutuhan air tanaman dilakukan berdasarkan neraca kebutuhan air (Water Balance) yaitu air yang diberikan besarnya sama dengan air yang dibutuhkan. Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan tanah dan permukaan air bebas. Sedang transpirasi adalah penguapan air melalui daun-daun tanaman. Kedua proses ini saling berkaitan dan disebut evapotranspirasi. Apabila air tersedia banyak dalam tanah maka disebut evapotranspirasi potensial, sedangkan air yang habis terpakai tanaman dalam keadaan sebenarnya disebut evapotranspirasi actual.
Air yang meresap kebawah melalui permukaan tanah disebut infiltrasi. Apabila air tersebut terus meresap kedalam tanah menuju daerah jenuh air disebut perkolasi.
Selain evaporasi dan perkolasi, penggunaan air yang lain dipetak atau lahan ialah untuk pengolahan tanah dan pembibitan dimana meskipun kebutuhan air tersebut hanya pada awal pertumbuhan tetapi jumlahnya relative besar (Wirosoedarmo, 1985).

Kebutuhan Air Irigasi
Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan, yaitu dengan memberikan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah yang diolah dan mendistribusikannya secara sistematis. Pemberian air irigasi yang berlebihan pada tanah yang diolah dapat merusak tanaman (Sosrodarsono, 1976).

Evaporasi
Evaporasi merupakan peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara. Evaporasi merupakan faktor penting dalam studi tentang pengembangan sumber-sumber daya air. Evaporasi sangat mempengaruhi debit air sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan komsumtif (consumptive use) untuk tanaman dan lain-lain (Sosrodarsono, 1976).
Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Dua unsur utama untuk berlangsungnya evaporasi adalah energi (radiasi) matahari dan ketersediaan air (Asdak, 2004).

Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah sebagai berikut (Soemarto, 1986):

1. Radiasi Matahari
Evaporasi berjalan terus hampir tanpa henti di siang hari dan kerap kali juga di malam hari. Perubahan dari keadaan air menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas laten untuk evaporasi. Proses evaporasi akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari matahari.

2. Kelembaban
Faktor lain yang mempengaruhi evaporasi adalah kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif naik, maka kemampuan udara untuk menyerap air akan berkurang sehingga laju evaporasinya menurun. Penggantian lapisan udara pada batas tanah dan udara yang sama kelembaban relatifnya tidak akan menolong untuk memperbesar laju evaporasi.

3. Angin
Jika air menguap ke atmosfer maka lapisan batas antara permukaan tanah dan udara menjadi jenuh oleh uap air sehigga proses evaporasi berhenti. Agar proses tersebut berjalan terus lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu hanya memungkinkan jka ada angin. Jadi. Kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses evaporasi.

4. Suhu
Energi sangat diperlukan agar evaporasi berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah cukup tinggi, proses evaporasi akan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan suhu udara dan tanah rendah karena adanya energi panas yang tersedia.

Transpirasi
Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori-pori daun oleh proses fisiologi. Daun dan cabang umumnya dibalut lapisan mati yang disebut kulit ari (cuticle) yang kedap uap air. Sel-sel hidup daun dan cabang terletak di bawah permukaan tanaman, dibelakang pori-pori daun atau cabang. Besar kecilnya laju transpirasi secara tidak langsung ditentukan oleh radiasi matahari melalui membuka dan menutupnya pori-pori tersebut (Asdak, 2004).
Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, dan masing-masing jenis tanaman berbeda-berbeda kebutuhannya. Hanya sebagian kecil air yang tinggal di dalam tubuh tumbuh-tumbuhan, sebagian besar darinya telah diserap lewat akar-akar dan dahan-dahan akan ditranspirasikan lewat bagian tumbuh-tumbuhan yang berdaun (Soemarto, 1986).
Dalam kondisi lapangan tidaklah mungkin untuk membedakan antara evaporasi dan transpirasi jika tanahnya tertutup oleh tumbuh-tumbuhan. Kedua proses tersebut saling berkaitan sehingga dinamakan evapotranspirasi. Proses transpirasi berjalan terus sampai hampir sepanjang hari dibawah pengaruh sinar matahari (Soemarto, 1986).

Evapotranspirasi
Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, evapotranspirasi juga merupakan gabungan antara proses-proses evaporasi, intersepsi dan transpirasi (Asdak, 2004).
Evapotraspirasi adalah banyaknya air yang hilang oleh adanya proses penguapan dari permukaan tanah, air, tanaman. Jadi, evapotranspirasi terdiri atas evaporasi yaitu penguapan dari permukaan tanaman (Linsley dkk., 1989).
Evapotranspirasi adalah faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana irigasi dan merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi (Sosrodarsono, 1976).
Besarnya evapotranspirasi potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metode Penman Modifikasi yang telah disesuaikan dengan keadaan daerah Indonesia (Suhardjono, 1994). Dengan rumus sebagai berikut:
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari proses penguapan air bebas (evaporasi) dan penguapan melalui tanaman (transpirasi) (Suhardjono, 1994).
Apabila air tersedia banyak dalam tanah maka disebut evapotranspirasi potensial, sedangkan air yang habis terpakai tanaman dalam keadaan sebenarnya disebut evapotranspirasi actual.
Besarnya evapotranspirasi potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metode Penman Modifikasi yang telah disesuaikan dengan keadaan daerah Indonesia (Suhardjono, 1994).

Dengan rumus sebagai berikut :

Eto = c. Eto*
Eto* =W. (0,75.Rs-Rn1) + (1-W).f(u).(ea-ed)

Di mana :
c = angka koreksi Penman
W = faktor yang berhubungan denga suhu (t) dan elevasi daerah
Rs = radiasi gelombang pendek (mm/hari)
= (0,25 + 0,54 . n/N). Ra
Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar
atmosfer tergantung letak lintang daerah (mm/hari)
n = lama kecerahan matahari yang nyata (tidak terhalang awan) dalam
1 hari (jam)
N = lama kecerahan matahari yang mungkin dalam 1 hari (jam)
Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
= f(t).f(ed).f(n/N)
f(t) = fungsi suhu
= .Ta 4
f(ed) = fungsi tekanan uap
= 0,34-0,044
f(n/N) = fungsi kecerahan
= 0,1+0,9.n/N
f(u) = fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas permukaan
tanah (m/dt)
= 0,27 (1+0,864.u)
(ea-ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang
sebenaranya
ed = tekanan uap jenuh tekanan uap jenuh
= ea.RH
ea = tekanan uap sebenarnya
RH = kelembaban udara relatif (%)

Curah Hujan Efektif
Curah hujan yang diperlukan untuk suatu pemanfaatan air yang salah satunya seperti alokasi air irigasi adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah. Curah hujan wilayah/daerah harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan (Sosrodarsono, 1976).

Dalam perhitungan curah hujan suatu daerah terdapat beberapa metode yang digunakan antara lain:

a. Metode Rerata Aljabar
Metode ini digunakan menghitung curah hujan dengan luas 250 Ha sampai 50.000 Ha.

b. Metode Thiesen
Metode ini digunakan untuk menghitung curah hujan dengan luas 120.000 H sampai 500.000 Ha.

c. Metode Isohiet
Metode ini digunakan untuk menghitung curah hujan dengan luas lebih besar dari 500.000 Ha.

Infiltrasi dan Perkolasi
Perkolasi adalah garaka air ke bawah dari zona tidah jenuh (antar permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah) ke dalam daerah jenuh (daerah di bawah permukaan tanah) (Soemarto, 1986).
Sedangkan infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas ke dalam permukaan tanah. Daya infiltrasi adalah laju maksimum yang memungkinkan dan besarnya dipengaruhi oleh kondisi lapisan permukaan tanah. Daya infiltrasi ini sangat berpengaruh terhadap besarnya air yang dapat diserap ke dalam tanah, baik air hujan maupun air dari sumber lain (Soemarto, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya perkolasi antara lain:
• Tekstur tanah : tekstur tanah yang halus daya perkolasinya rendah, tekstur tanah yang kasar daya perkolasinya besar.
• Permeabilitas tanah : jika permeabilitas besar maka daya perkolasinya besar. Jika permeabilitas kecil maka daya perkolasi kecil.
• Tebal lapisan tanah bagian atas : semakin tipis lapisan tanah bagian atas maka daya perkolasinya semakin besar.
• Tanaman penutup : lindungan tumbuh-tumbuhan yang padat menyebabkan daya infiltrasi makin besar dan daya perkolasinya akan besar pula.
(Wirosoedarmo, 1985)

Faktor Palawija Relatif


Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan metode Faktor Palawija Relatif merupakan perhitungan debit di saluran irigasi dengan menggunakan suatu factor pemberian air yang didasarkan pada kebutuhan air untuk tanaman palawija, mengingat kebutuhan air bagi tanaman palawija paling sedikit jika dibandingkan dengan tanaman lain. Faktor pemberian air ini dinamakan Faktor Palawija Relatif (FPR). Di dalam penentuan besarnya FPR ini belum termasuk kehilangan air di saluran tersier dan kuarter serta hilangnya air di lapangan karena kemiringan medan. Besarnya FPR didapat dari penelitian atau pengamatan yang dilakukan oleh Dinas Pengairan setempat. Batasan dapat dilihat pada Tabel 2.1


Nilai FPR
Jenis Tanah Contoh Jenis Tanah FPR ( I/det.ha pal)
Debit cukup Debit sedang Debit kurang
Ringan Alluvial 0.36 0.38-0.18 0.18
Sedang Latosol 0.23 0.23-0.12 0.12
berat Gromosol 0.12 0.12-0.06 0.06

Penetapan kebutuhan air dan koefisien tanaman dalam pertumbuhan setiap jenis tanaman berbeda satu dengan yang lain. Kebutuhan air tanaman tertentu bila dibandingkan dengan kebutuhan air untuk tanaman palawija akan menghasilkan nilai atau angka-angka tetapan yang dinamakan koefisien tanaman. Koefisien tanaman ini digunakan untuk mengkonversi luas areal tanaman tertentu tersebut ke dalam luas areal tanaman palawija. Koefisien tersebut dapat dilihat pada hasil konversi ini disebut Luas Palawija Relatif (LPR).


Koefisien untuk mendapatkan LPR
Jenis Tanaman Masa Tumbuhan Koefisien
-Persemaian/ Pembibitan = 40 HARI -> 20
- Pengolahan Lahan = 40 HARI -> 6
- Pertumbuhan 20 hari = ->4

Untuk tebu :
Cemplong/pengolahan lahan = 30 HARI -> 1
Tebu Muda/bibit = 150 HARI -> 1.3
Tebu Tua = 300 HARI -> 0

Untuk Palawija atau tanaman sejenis 90 hari 1
Untuk padi gadu ijin sama dengan musim hujan, sedang padi gadu tak ijin disamakan dengan palawija, kecuali air berlebih maka diberi air sama dengan padi gadu ijin

Debit air yang dibutuhkan pada intake saluran didapat dengan persamaan :
Q = FPR x LPR / EI

Keterangan :
Q = Debit di pintu saluran. Liter/detik
FPR = Faktor Palawija Relatif Tersier, l/ det.ha pal
LPR = Luas Palawija Relatif Total Jaringan, ha pal
EI = Efisiensi Irigasi

Efisiensi Irigasi merupakan sebuah angka yang menunjukkan kehilangan atau suplesi air pada Jaringan Irigasi. Efisiensi Irigasi didapat dari persamaan:

EI = (ΣQtersier + Q ijin air)(1/Q intake) . 100%

Keterangan :
Q tersier = Debit pada pintu tersier, lt/detik
Qintake = Debit pada intake saluran primer, lt/detik
Q ijin air = Debit air yang digunakan untuk bahan baku air
Minum, industry, dan lain-lain. Lt/detik